Jakarta,17/2 (ANTARA)- DPP KSPSI menilai banyak pengusaha tidak "fair" dengan memanfaatkan situasi krisis keuangan global untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Mathias Tambing, Wakil Ketua Umum DPP KSPSI versi Jacob Nuwawea dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, selasa, mengatakan kondisi itu mengakibatkan angka pekerja yang ter PHK pada tahun ini akan melonjak tajam dibanding tahun 2008.
"Krisis global saat ini banyak dimanfaatkan oleh pengusaha yang ikut-ikutan melakukan PHK tanpa ada alasan yang jelas," kata Tambing.
TAmbing yang berbicara sehubungan dengan peringatan Hari Pekerja Indonesia dan HUT SPSI ke 36 pada 20 Februari 2009. Peringatan yang bertema "Memperkokoh Solidaritas dan Kemandirian Organisasi Guna Meningkatkan Harkat dan Martabat Anggota" akan dilaksanakan secara sederhana di kantor DPP KSPSI jalan Pasar Minggu, Jakarta.
Dikatakannya, krisis global belum tentu berdampak langsung pada perusahaan yang menjadikan mereka gulung tikar. Dampak itu biasanya baru terasa 2-3 tahun setelah terjadi krisis terjadi, dengan tertutupnya peluang ekspor ke Amerika dan Eropa.
Namun situasi itu banyak dimanfaatkan oleh pengusaha yang tidak jujur dengan mengurangi karyawan. Mereka,kata Tambing, sebelum krisis memang sudah lama merencanakan melakukan PHK, tapi ditangguhkan sementara karena tidak ada alasan yang kuat dan harus membayar pesangon.
"Sekarang, dengan adanya krisis global banyak banyak pengusaha melakukan PHK yang sebenarnya tidak perlu terjadi" ujarnya.
Dia mengingatkan perusahaan untuk tidak melakukan PHK karena akan menambah angka pengangguran dan gejolak sosial. Menurut ketentuan, PHK bisa dilakukan jika pengusaha telah melakukan berbagai effisiensi.
"Kalau PHK tidak bisa dihindarkan, pengusaha harus membayar pesangon sesuai UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan," katanya. Untuk mencegah meluasnya PHK, DPP KSPSI meminta pemerintah mencari solusi terbaik. Misalnya memberikan insentif kepada pengusaha demi kelangsungan usahanya, tetapi di sisi lain pengusaha juga harus dituntut komitmennya untuk tidak mudah melakukan PHK.
"Ini merupakan kredit point terakhir bagi kepemimpinan SBY-JK. Jika mereka tidak mampu mengatasi PHK, kalangan pekerja tidak akan memilih mereka jika maju lagi dalam pilpres mendatang," katanya.
Tambing juga memberi apresiasi pada pemerintah yang memberi pelatihan kepada korban PHK di Balai Latihan Kerja untuk alih profesi, tetapi program ini harus jelas, setelah pelatihan mereka harus dijamin mendapat pekerjaan baru."Kalau tidak ada jamnan pekerjaan, buat apa mereka dilatih," katanya.
Kepada pengusaha, Tambing mengingatkan agar tidak melakukan PHK, tetapi di kemudian hari diam-diam merekrut tenaga kerja baru dengan status "outsourcing"."Kalau ini terjadi, pemerintah harus memberikan sanksi tegas dan keras," katanya.
Menurut Tambing, dalam pelaksanaan outsourcing selama ini banyak terjadi pelanggaran, tetapi pemerintah tidak pernah melakukan tindakan. Ia tidak mengerti mengapa pegawai Pengawas Depnakertrans tidak mampu menjalankan tugasnya selaku penegak hukum di bidang ketenagakerjaan.
Diingatkan, serikat pekerja menentang "outsourcing" karena sangat merugikan pekerja dan pelaksanaanya banyak melanggar undang-undang." Banyak hak pekerja yang hilang. Kebijakan itu diambil pengusaha karena tidak mau membayar pesangon," katanya.